Pages

Sabtu, 05 Januari 2013

Tentang Anak Jalanan dan Pekerja Anak di Indonesi



Fenomena pekerja anak dan anak jalanan di Indonesia pada dasarnya merupakan dampak negatif yang ditimbulkan dari pembangunan yang tidak merata. Pembangunan hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang saja, sehingga terjadi jurang pemisah sosial dan kemiskinan. Anak-anak jalanan dan pekerja anak merupakan kelompok sosial yang tersisihkan dari mainstream sosial atau dengan kata lain telah mengalami eksklusi sosial. Posisi mereka menjadi termarjinalkan karena tidak mempunyai posisi sosial (budaya, politik, ekonomi) yang jelas di tengah-tengah masyarakat. Mereka mengalami stigmatisasi yang terus-menerus dalam masyarakat karena memiliki ciri-ciri mobilitas geografis dan mobilitas pekerjaan yang tinggi, pendatang musiman, pekerja tak tetap, orang yang tak mempunyai tempat tinggal tetap, dan tingkat pendapatan sangat rendah atau subsisten. Anak-anak dari golongan kelas sosial bawah tersebut harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga agar tetap survive.
Kondisi pekerja anak di Indonesia sangat memprihatinkan. Mereka sering bekerja tanpa dibayar (unpaid workers) karena bekerja untuk membantu orang tua dalam sektor informal atau bekerja dengan waktu yang sangat panjang di sebuah perusahaan namun tidak mendapatkan upah yang sesuai. Dengan kata lain, mereka telah mengalami eksploitasi baik oleh keluarga sendiri maupun oleh sistem ekonomi pasar kerja yang kompetitif, dimana menekankan pada sistem pengupahan yang fleksibel untuk tujuan efisiensi yang sebesar-besarnya. Hal ini tidak menguntungkan bagi mereka karena menimbulkan dampak negatif secara fisik maupun psikologis.
Dampak dari adanya fenomena anak jalanan dan pekerja anak dalam jangka panjang akan mengakibatkan keterpurukan ekonomi dan sosial di Indonesia. Hal tersebut dapat diprediksikan dari rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia. Rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia disebabkan karena anak-anak dari keluarga kelas bawah, yang merupakan modal pembangunan nasional, tidak memiliki kesempatan untuk mengenyam pedidikan yang berkualitas.
Mengingat kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh pekerja anak, perlu ada kebijakan khusus bagi anak-anak yang bekerja. Melarang anak-anak untuk tidak bekerja sama sekali bukan merupakan kebijakan yang tepat, walaupun ILO memiliki program penghapusan pekerja anak (Iinternational Program on The Elimination of Child Labor – IPEC). Bagi penduduk miskin, pendapatan anak-anak sangat membantu menopang kelangsungan hidup keluarga. Beberapa alternatif kebijakan yang mungkin dapat diambil adalah dengan cara melakukan intervensi baik bagi pekerja anak maupun bagi orangtua. Misalnya dengan memberikan bantuan berupa beasiswa bagi anak-anak untuk bersekolah dan penciptaan lapangan kerja bagi orang tua melalui program padat karya. Mengingat sumber daya pemerintah yang terbatas, maka program penanggulangan masalah pekerja anak dapat diprioritaskan bagi anak-anak yang mempunyai kepala rumah tangga berpendidikan rendah. Keluarga yang demikian diduga merupakan keluarga miskin, sehingga anak-anak yang berasal dari keluarga ini akan rentan terhadap eksploitasi, dan berpeluang untuk terjerat dalam lingkaran kemiskinan. Selain dengan tegas menolak eksploitasi anak, dan memberlakukan hukum dengan konsekuen, perhatian pemerintah harus difokuskan mencegah pekerja anak putus sekolah atau tidak mengenyam pendidikan sama sekali. Disamping itu mutu pendidikan harus pula terus-menerus diperbaiki agar rasa skeptis masyarakat terhadap sistem pendidikan nasional hilang, dan berupaya keras untuk mengirimkan anak-anaknya ke sekolah. 

0 komentar:

Posting Komentar