Pages

Senin, 07 Januari 2013

Eksklusi Sosial & Pembangunan



Terdapat beberapa kekuatan yang mendorong terjadinya proses eksklusi sosial menurut (Pierson, 2002) Adanya kemiskinan dan penghasilan rendah, tidak adanya akses ke pasar kerja, lemahnya atau tidak adanya dukungan sosial dan jaringan sosial, adanya efek dari kawasan dan lingkungan sekitar serta terputusnya masyarakat dari layanan. Semua ini merupakan beberapa komponen yang dapat mengeksklusi individu dari masyarakat yang lebih utuh serta dapat memperoleh kesetaraan dan keadilan.
Terjadinya suatu proses yang menghambat seseorang dalam bermasyarakat baik individu, keluarga ataupun kelompok sosial untuk dapat berpartisipasi dalam kegiatan sosial, ekonomi dan politik supaya menjadi masyarakat yang utuh merupakan beberapa pengertian dari eksklusi sosial.
Dan definisi dari Eksklusi sosial pertama kali muncul di perancis pada tahun 1974 bahwa Eksklusi sosial adalah kumpulan dari semua orang atau individu yang tidak masuk dalam sistem jaminan sosial. dimana kemudian terjadi ketimpangan serta kelas-kelas sosial dalam masyarkat. Seperti apa yang diungkapkan oleh beberapa tokoh sosial saat itu termasuk Emile Durkheim bahwa eksklusi sosial akan menimbulkan kelas-kelas sosial dalam maysyarakat.
“Eksklusi sosial adalah proses dimana akibat kebijakan pembangunan pemerintah ataupun akibat interaksi antara kelompok masyarakat terjadi suatu relasi dimana terdapat suatu kelompok yang melakukan eksklusi dan terdapat kelompok lain yang tereksklusi (David Byrne;2005).”
Proses dari eksklusi sosial hakikatnya merupakan konsekuensi dari kemiskinan dan penghasilan yang rendah, tetapi bisa juga dampak dari faktor lain seperti diskriminasi, tingkat pendidikan yang rendah, dan merosotnya kualitas lingkungan. Melalui proses inilah individu atau kelompok masyarakat untuk beberapa periode waktu kehidupan terputus dari layanan, jejaring sosial, dan peluang berkembang yang sebenarnya dinikmati sebagian besar masyarakat (Pierson, 2002).
Adanya beberapa bentuk diskriminasi serta peluang yang hanya dinikmati oleh sebagian besar masyarakat dalam hal ini laki-laki dan para pemilik modal yang selalu mendominasi, dan para buruh serta perempuan yang tetap dilihat sebagai ibu rumah tangga serta tak mempunyai banyak peran merupakan pandangan pembangunan yang secara jelas dapat menciptkan adanya eksklusi dalam suat masyarakat dari beberapa kelompok lainnya.
Dari beberapa penjelasan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa eksklusi sosial adalah proses pengeluaran atau terputusnya individu dari suatu sistem masyarakat yang tidak mendapatkan pengakuan secara layak oleh masyarakat tersebut dengan beberapa faktor penghambat yang pada ahirnya individu kehilangan kesempatan untuk bersaing memenuhi kebutuhan dirinya sendiri menjadi layaknya masyarakat seperti pada umunya.
Namun suatu bentuk pengeksklusian bukanlah semata-mata merupakan akibat dari kemiskinan seperti yang dinyatakan oleh Hillary Silver & Miller dan juga Daniel Beland, namun dapat pula merupakan by-product dari sebuah perilaku masyarakat yang cenderung mengucilkan masyarakat yang dinilai tidak selevel dengannya dari segi manapun (financial, edukasi, gender bahkan gaya hidup). 
Dari berbagai persoalan eksklusi sosial tidak lepas dari isu pembangunan dimana perempuan serta para buruh dalam hal ini sering mendapatkan perlakuan yang tidak adil baik di ranah domestik maupun diranah publik, perempuan serta buruh migran selalu tidak mendapatkan pengakuan yang layak dari setiap konstribusinya dimana secara terus menerus tidak dihargai dan tidak mendapatkan fasilitas yang layak, sehingga perempuan serta kaum buruh tidak jarang merasa tersingkirkan dari para kaum kapitalis.
Dan di Indonesia sendiri sangat sanyak potret kehidupan yang merupakan cerminan dari korban eksklusi sosial, diantaranya adalah banyaknya anak jalanan, angka pengangguran, pekerja seks komersial serta beberapa pengemis jalanan yang menghabiskan banyak waktunya dijalanan yang semata-mata hanya untuk mempertahankan hidup serta mendapatkan pengakuan yang layak dari masyarakat atau kelompok-kelompoknya.
hal ini tidak lepas dari kurangnya perhatian pemerintah yang terkadang kurang mempedulikan rakyat kecil serta buruh perempuan pada hususnya, walaupun pemerintah tidak jarang melakukan kebijakan-kabijakan yang mengatas namakan rakyat kecil untuk kepentingan pribadinya. dalam hal ini teori dependensi yang lebih menitik beratkan pada persoalan keterbelakangan dan pembangunan negara Dunia Ketiga.
Munculnya teori dependensi lebih merupakan kritik terhadap arus pemikiran utama persoalan pembangunan yang didominasi oleh teori modernisasi. Teori ini mencermati hubungan dan keterkaitan negara Dunia Ketiga dengan negara sentral di Barat sebagai hubungan yang tak berimbang dan karenanya hanya menghasilkan akibat yang akan merugikan Dunia Ketiga. Sedangkan menurut teori moderniasasi sendiri, apa yang dialami oleh masyarakat Indoensia, khususnya masyarakat kota banyak yang menjadi korban penggusuran.
Dan seharusnya pembangunan tersebut benar-benar memperhatikan kesejahteraan dan konsekuensi bagi masyarakatnya. Tidak hanya memikirkan pembangunan dan kemajuan fisik semata, tetapi memperhatikan masyarakatnya sebagai sasaran dari pembangunan tewrsebut.


Daftar Pustaka:
Pierson, John. 2002. Tackling Social Exclusion. London and New York: Routledge.
Arivia Gadis 2006. Feminisme Sebuah Kata Hati. PT KOMPAS Media Nusantara. Jakarta.
Haralambors and Holborn, 2004, Sociology; Themes and Perspektives, London Hari Nugroho, 2008, Bahan kuliah Eksklusi Sosial, , MMPS, Universitas Indonesia Francisia SSE Seda, 2008

0 komentar:

Posting Komentar